Legenda Kesenian Kentrung Tulungagung-Mbah GIMAH, kian merana, mengarungi samodra kehidupan dengan penuh keterbatasan.
Dia hidup di rumah bamboo berlantai tanah berukuran 3 kali 5 meter. Sepeninggal suami tercintanya, Mbah Gimah mendapat bantuan Gubernur sebesar Rp 10 juta, yang dia gunakan untuk mengembalikan hutang biaya pengobatan suaminya ketika sakit. Sisanya, dia gunakan untuk menyewa Sebuah tempat tinggal yang tidak layak huni itu, di dusun Patik desa Batang saren kecamatan Kauman, yang ditempatinya hingga saat ini.
Kesenaiian kentrung, yang memberikan pesan universal. pesan-pesan sosial dan pesan-pesan moral diselingi dengan nyanyian indah, dan tetabuahan gamelan khas Kentrung ini merupakan warisan budaya adiluhung Jawa. yang mulai terabaikan oleh para generasi penerus bvangsa. Banyak yang lupa terhadap tradisi sendiri lebih banyak mengunggulkan budaya asing. Hingga budaya adiluhung ini semakin terpuruk.
Dalam keterpurukannya, sang Legenda menoreh cita, agar Kesenian Kentrung asli Tulungagung ini, tidak punah dan ada yg mewarisi. Untuk itu Mbah Gimah mengetuk nurani pejabat Tulungagung untuk mendapat kesempatan menurunkan kemampuan kesenian kentrung ini kepada pelajar di Tulungagung, yang bisa disisipkan dalam kegiatan ekstra kurikuler sekolah.
Dia hidup di rumah bamboo berlantai tanah berukuran 3 kali 5 meter. Sepeninggal suami tercintanya, Mbah Gimah mendapat bantuan Gubernur sebesar Rp 10 juta, yang dia gunakan untuk mengembalikan hutang biaya pengobatan suaminya ketika sakit. Sisanya, dia gunakan untuk menyewa Sebuah tempat tinggal yang tidak layak huni itu, di dusun Patik desa Batang saren kecamatan Kauman, yang ditempatinya hingga saat ini.
Kesenaiian kentrung, yang memberikan pesan universal. pesan-pesan sosial dan pesan-pesan moral diselingi dengan nyanyian indah, dan tetabuahan gamelan khas Kentrung ini merupakan warisan budaya adiluhung Jawa. yang mulai terabaikan oleh para generasi penerus bvangsa. Banyak yang lupa terhadap tradisi sendiri lebih banyak mengunggulkan budaya asing. Hingga budaya adiluhung ini semakin terpuruk.
Dalam keterpurukannya, sang Legenda menoreh cita, agar Kesenian Kentrung asli Tulungagung ini, tidak punah dan ada yg mewarisi. Untuk itu Mbah Gimah mengetuk nurani pejabat Tulungagung untuk mendapat kesempatan menurunkan kemampuan kesenian kentrung ini kepada pelajar di Tulungagung, yang bisa disisipkan dalam kegiatan ekstra kurikuler sekolah.