Kamis, 27 Desember 2012

0 Tsunami bisa "Mbujuk i" juga


Tiung - tiung - tiung, bunyi sirene dibibir pantai Sine, Kalidawir Tulungagung, menggerang berulang-ulang, seraya melecutkan ratusan pasang kaki, lari tunggang langgang mendaki bukit terjal dalam balutan pekat langit  kehilangan sang surya yang mulai bersembunyi dibalik selimut malam. Kicrut, seorang pemuda yang masih berstatus sebagai mahasiswa, berteriak dengan sangat kencang seperti saat ia ber orasi dihadapan ribuan massa aksi "Lari, Tsunami hampir sampai. kita harus selamatkan diri kita" langkahnya mirip kuda yang disabet sang kusir, sembari menenteng sebuah jam dinding yang ber menunjuk angka 7 dan 11, atu tepatnya pukul 18.55 sore, waktu setempat. 
Bersama warga setempat Kicrut akhirnya sampai di puncak bukit yang dirasa paling aman, disana mereka mendirikan tenda-tenda darurat, dari perlengkapan seadanya, mulai dari batang pohon, ranting, terpal yang dibawa mereka mendaki untuk mendekati juru selamat, hal yang sungguh ironis memang, saat sebuah sistem terpadu penanganan bencana tidak ditunjang denga peta evakuasi dan persiapan evakuasi yang memadai. Akhirnya warga pantai itu pun, menikmati buaian angin malam dalam keadaan seadanya, dalam kesunyian, kedinginan dan rasa was-was yang belum kunjung reda walaupun dalam bekapan dingin sang malam.
Riuh - rantah suasana pagi setelah itu, bukan hembusan angin pantai, ataupun nyanyian burung yang biasa mewarnai indahnya suasana pagi. Namun teriakan kekecewaan beberapa warga masyarakat, Kicrut pun segera terbangun dan langsung saja menguping apa yang tengah terjadi, sambil terheran-heran dan raut yang mulai mangkel ia mendengar beberapa kata-kata yang sungguh mengagetkat. "Yo opo iki, bak-bak no, alate konslet, ora sido Sunami. Alate mbujuk i. beh-beh" (bagaimana sih ini, ternyata alat pendeteksi tsunaminya konslet, tidak ada tsunami, alatnya bohong kepada kita). Kicrutpun melihat puluhan warga masyarakat yang teramat kecewa dengan kenyataan yang ada. Apalagi setelah diketahui bahwa salah seorang warga yang juga petugas kebencanaan ikutan lari tunggang-langgang tanpa memantau terlebih dahulu kebenaran dari tanda yang mucul.

Kenapa ada Tsunami ?
Sembari, ter engah-engah dan kaget dengan kondisi yang sebenarnya terjadi, Kicrut pun menggumam dengan se enak hatinya, "Andai warga tau tentang Tsunami, tak perlu ada kejadian konyol seperti ini". Diapun jadi teringat materi tentang Tsunami di kampus yang telah dapat pada saat semester awal lalu. Dari seorang profesor dia mendapatkan materi : Tsunami adalah gelombang air laut yang sangat dahsyat, hali ini disebabkan oleh gempa bumi, letusan gunung berapi, dan dasar laut. Gelombang air laut pertama tidak sampai 60 menit, dengan interval 10 - 60 menit tiap gelombang.
Sesaat sebelum Tsunami, terlihat air laut yang surut dari pantai dan ikan-ikan yang tiba-tiba menggelepar di pantai, jangan diambil seger menyingkirlah dari pantai. Juga dirasakan angin kencang tiba-tiba muncul dari arah laut dan bahkan mencium bau asin air laut. Kebanyakan tsunami di Indonesia disebabkan oleh gempa tektonik, sehingga jika terjadi gempa yang sangat keras segera menjauhlah dari pantai.
Nah sambil menghisap sebatang rokok kretek, Kicrut pun menghela nafas panjang dan melanjutkan mengingat-ingat apa yang disampaikan bapak dosen. Gempa bumi, Tsunami itu seperti Cinta, tak pernah diketahui kapan dan posisi seperti apa akan datang, maka kesiapan - siagaan sangat dibutuhkan agar kita mampu untuk tetap tegar berdiri meskipun kondisi terburuk yang terjadi.

Tsunami, bisa di antisipasi kawan? 
Kita, memang tidak akan pernah mampu memprediksi secara pasti kapan bencana akan menerpa, seperti halnya, cinta akan datang ataupun pergi semua terasa aneh, bagaikan menghisap secangkir kopi panas yang terasa nikmat di Tenggorokan, kemudian lari ke dalam lubang kamar mandi beberapa waktu kemudian, namun dengan pemahaman tentang kebencanaan kita minimal akan terhindar dari kiamat kecil (kematian) yang selalu menghantui saat bencana menerjang.
Dalam semua agama yang ada di dunia ini, pembuka gerbang kehidupan adalah Ilmu. Sehingga dasar paling dasar atau dalam bahasa akademis dikenal sebagai landasan fundamentalis ini, harus dipahami secara menyeluruh (holistic). Dan sebelum terjadi bencana tentu sudah ada potensi yang menghinggapi pada habitat makhlulk hidup, termasuk manusia. Berbicara lebih spesifik terhada tsunami, masyarakat harus memahami secara menyeluruh tentang tsunami, dan tanda-tandanya. Dan juga menyiapkan peta evakuasi saat bencana datang melanda tempat tersebut.
"Berandai-andai itu memang tak baik, untuk masa lalu, tapi kalau itu untuk massa depan saya fikir sah-sah saja" Kicrut mengutip apa yang disampaikan dosen dikelas yang pada waktu itu beranjak senja". Kalaupun Tsunami benar terjadi saat masyarakat faham akan tanda-tandanya, kemudian dipandu dengan teknologi yang tepat guna, serta jalur evakuasi dan penanganan yang jelas. Pastilah tidak akan banyak korban yang tumbang seperti halnya tsunami aceh, ataupu tsunami letusan krakatau yang ditulis dengan tinta merah dalam buku sejarah peradaban manusia.
Kicrut pun semakin terbuai dalam lamunan dan angan-angan. Iapun membuat model-model penanganan dalam khayalan tingkat dewanya. 1, 2, 3 batang kretek telah habis terhisap dan ia semakin terbuai dengan angan-angan dan mimpi untuk membuat model penanganan yang terbaik di daerahnya. Iapun semakin terhanyut, dalam, dalam dan semakin dalam. Hingga dia dikagetkan dengan hadirnya suara menggelegar "Le, yuh mbalik, Tsunami mbujuk i thok" (Nak, ayo pulang, Tsunaminya cuman bohong saja). Kicrut pun tersentak dan langsung lompat berdiri, laksana seorang prajurit yang diteriaki Jendralnya. Sembari ter enga-enga, Kicrutpun mengikuti gerombolan warga kembali ke kampungnya, tanpa secuil kata yang keluar dari mulutnya. (ky)

Selasa, 18 Desember 2012

0 Sepeda Galau yang "MENGGALAU"

Gemerlip lampu-lampu malam pemanis kota Tulungagung, menambah nikmat sajian santap jalan-jalan siapapun yang ingin menhabiskan malam di jalan-jalan kota marmer ini. penataan kota yang cukup asri teduh dan semarak memberikan kesan yang manis dan romantis, sehingga sangat cocok untuk menghilangkan kepnatan fikiran, atau dalam bahasa gaulnya hari ini disebut dengan "GALAU", sedikit alay sich, tapi itulah perubahan kultur yang menjadi keseharian para pemuda yang menghinggapi seantero kota Laskar Badai Selatan ini.
Galau pula telah meng inspirasi beberapa kelompok manusia untuk menciptakan sebuah kesan dan brand, yang mampu membangkitkan gairah pemuda dan menambah pundi-pundi penghasilan sang kreator, sehingga roda perekonomian industri kreatif berputar semakin kencang meskipun hanya sebentar.
"Sebentar" hal ini yang selalu saja menjadi ketakutan terutama pada wira usahawan atau dalam bahasa kerenya interpreuner anyaran, kenapa setiap hal yang tercipta di kota ini selalu tak mampu bertahan lama, ini kata seorang pengamat ekonomi di Tulungagung, yang enggan disebutkan namanya. Lihat saja beberapa waktu yang lalu, kita sempat dihebohkan dengan ternak jangkrik, ikan louhan, senthe hitam, bunga-bunga yang lain. tapi selalu saja tak bertahan lebih dari 1 semester.
Hal ini juga yang kiranya terjadi saat ini pada pengusaha sepeda galau, seperti yang dituturkan oleh pengusaha Sepeda Galau di Jalan Antasari Tulungagung, Pendapatan yang diperoleh tiap harinya menurun lebih dari 70% pada bulan ini dibandingkan dengan 3-4 baulan yang lalu, padahal dia terlanjur menambah armada baru untuk kemajuan usahanya tersebut. Iapun menambahkan, nasi udah  menjadi bubur dan semauanya harus dijalani dengan lapang dada, semabari menghela nafas panjang.
Penurunan omset ini bukan tanpa sebab, selain hegimoni atau gaung sepeda galau tidak seperti awal-awal muncul, juga semakin banyin banyak saja pengusaha yang mebuka lapak sepeda galau di Tulungagung ini, alhasil penurunan peminat ditambah lagi dengan semakin banyaknya produsen, yang terjadi adalah penurunan omset dari penyedia layanan sepeda galau ini.

Kenapa Demikian ?

Lagi-lagi ini masalah klasik yang menggelayuti dunia perekonomian tanah air, setiap ada yang mulai maju atau kelihatan menarik, dan menguntungkungkan follower atau pengikut tambah banyak, sehingga menjadikan nilai (value) tak se baik yang diharapkan. perilaku ini senantiasa mengalir dalam setiap pergulatan, sebagai contoh, potangan rambut, saat gondrong ngetrend, banyak yang gondrong, saat spyke, semuane nye pyke, dan yang lainya.
Plagiat yang satu ini emang sangat susah dihilangkan, sebab sepertinya sudah mengkultur sejak jaman bahula, sebut saja era majapahit, ataupun mataram, setiap suku atau unsur yang digunakan selalu mirip antara satu sama lain, sehingga naluri untuk mencipta hal baru dirasa kurang menarik dan mudah iri jikalau ada kawan yang memberikan hal yang lebih fenomenal.
Fenomena itupun juga masih berlangsung sampai era modern ini, kita telah lama mengenal "Jepang"nya Tulungagung yakni, daerah kecamatan Ngunut, dimana di daerah, apapun bisa di duplikasi, mulai dari perabit rumah tangga, samapai otomotif, bahkan informasi yang berkembang disana,beberapa spare part motor jepang yang cukup terkenal dan menjadi idola msyarakat Indonesia dibuat disana. Ironisnya, dikirim ke pabrikanya, di beri label dan dikirim kembali ke Tulungagung dengan harga yang fantastis. Selalu mereka yang mempunyai sistem dan modal besar yang berkuasa.

Harus Bagaimana Kita ?

Kekuasaan inilah yang kiranya menjadi kata kunci dan benang merah yang harus dirajut untuk memakmurkan masyarakat. Masih menurut seorang pakar ekonomi, Masyarakat dan pemerintah harus berbenah, untuk memasuki kehidupan madani dan lebih bermartabat. Urusan perut ini harus segera terselesaikan, sehingga masyarakat tak lagi hedonis/ hanya mencari keuntungan dalam sitem yang sempit.
Seperti yang dilakukan oleh para elit berebut kekuasaan demi seonggok berlian dan segumpal uang, meskipun akhirnya hanyalah jamban juga tetap harus mendapat perhatian yang lebih. Sebab rumpun permaslahan semua hanya pada perut.
Penataan regulasi, penataan ekonomi, kontrol dan sesatuan visi haruslah menjadi acuan utama dalam peningkatan ekonomi kemasyarakatan. Sebab jika masih saling sikut-sikutan dan mengikuti trend yang sedang berkembang tanpa ada inovasi dan kreasi, selamanya Indonesia akan menjadi negara konsumtif yang akan terus menjadi korban kapitalisme modern. Semoga cita-cita teguh the Founding Father tentang ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan umum segera tercapai..

Sabtu, 08 Desember 2012

0 Meng “Kopi” kenikmatan Pekatnya Kursi


Kepulan asap tembakau nan harum terngiang dalam sebuah bilik bambu ukuran 6x8 m, berbaur dengan hawa segar dari racikan maestro minuman pekat yang telah menjadi sahabat warga Tulungagung. Tradisi “Ngopi” mampu menyatukan, dan mempertemukan berbagai kalangan dalam bingkai seruputan mantap dan clegukan tetesan hitam dari buah yang sesungguhnya berwarna merah. Mungkin, merah ini yang mengilhami keberanian para penikmatnya untuk mengonani pemikiranya, walaupun hanya dalam bilik bambu kecil yang tak berharga.
Berharga atau dihargai, sebuah ungkapan yang sebenarnya menjadi kebutuhan tiap insane yang hidup di dunia ini. Dan ada banyak jalan untuk mendapatkan itu mulai dari “menggojlok” teman saat bareng-bareng nongkrong di bilik bamboo atau warkop, memenangi sebuah kejuaraan, melawan sebuah ketidak adilan, sampai menduduki kursi panas penguasa tanah “Ngrowo” atau Tulungagung, yang lebih panas dari seduhan kopi hitam yang mampu sayat lidah manusia.
Ngrowo tengah dalam transisi, kondisi dimana semua lapisan masyarakat tertuju pada sebuah panggung pertempuran politik untuk menentukan nasib Tulungagung 5 Tahun kedepan. Tanggal 4 Desember 2012 telah dilakukan pengundian nomor urut pasangan calon Raja Kecil kabupaten Tulungagung oleh Komisioner yang bertugas menyelenggarakan Pemilu, kendati masih meninggalkan sedikit persoalan yang harus diselesaikan, bahkan sampai masuk ke ranah pengadilan tata  usaha Negara.
Meskipun demikian tata pemerintahan tetap harus diteruskan, tidak boleh larut dalam kemelut, harus lanjut, transisi adalah waktu yang paling labil dalam urusan sebuah organisasi baik pemerintahan maupun non pemerintahan. Maklumlah euphoria domokrasi masih menggelayuti masyarakat Tulungagung pasca teradinya revormasi 1998 yang tak sedikit menelan korban.
Korban-korban keganasan politik praktispun sudah mulai terlihat. Mulai dari penghabisan nama baik, hingga pengganjalan salah satu calon untuk memenangi di sebuah daerah. Ah, sebenarnya akupun cukup muak dengan semua pertempuran ini, tapi mau gimana lagi, panggung demokrasi ini harus kita hadapai. Sebab, kalau kita tak mau bermain, kita akan dimainkan orang lain. Sebuah ungkapan yameng sangat tepat untuk menggambarkan kondisi simalakama ini. 
Simalakama yang terus menggelayuti mendung kota Tulungagung, sampai awal tahun 2013 depan. Namun dalam semua hal yang terjadi tentunya harapan yang sederhana dari semua kalangan, namun sangat sulit diwujutkan adalah bagaimana seorang pemimpin Tulungagung mampu menerjemahkan landasan fundamental bangsa ini, yakni Pancasila. Bukan hanya untuk kepentingan golongan tertentu, atau bahkan hanya untuk mengeruk uang Negara untuk memperkaya diri sendiri. Seperti yang sudah-sudah.

Santri Mbeling

 

Maliki Nusantara Copyright © 2012 - |- Template created by Santri Mbeling - |- Powered by Blogger Templates