Selasa, 18 Desember 2012

0 Sepeda Galau yang "MENGGALAU"

Gemerlip lampu-lampu malam pemanis kota Tulungagung, menambah nikmat sajian santap jalan-jalan siapapun yang ingin menhabiskan malam di jalan-jalan kota marmer ini. penataan kota yang cukup asri teduh dan semarak memberikan kesan yang manis dan romantis, sehingga sangat cocok untuk menghilangkan kepnatan fikiran, atau dalam bahasa gaulnya hari ini disebut dengan "GALAU", sedikit alay sich, tapi itulah perubahan kultur yang menjadi keseharian para pemuda yang menghinggapi seantero kota Laskar Badai Selatan ini.
Galau pula telah meng inspirasi beberapa kelompok manusia untuk menciptakan sebuah kesan dan brand, yang mampu membangkitkan gairah pemuda dan menambah pundi-pundi penghasilan sang kreator, sehingga roda perekonomian industri kreatif berputar semakin kencang meskipun hanya sebentar.
"Sebentar" hal ini yang selalu saja menjadi ketakutan terutama pada wira usahawan atau dalam bahasa kerenya interpreuner anyaran, kenapa setiap hal yang tercipta di kota ini selalu tak mampu bertahan lama, ini kata seorang pengamat ekonomi di Tulungagung, yang enggan disebutkan namanya. Lihat saja beberapa waktu yang lalu, kita sempat dihebohkan dengan ternak jangkrik, ikan louhan, senthe hitam, bunga-bunga yang lain. tapi selalu saja tak bertahan lebih dari 1 semester.
Hal ini juga yang kiranya terjadi saat ini pada pengusaha sepeda galau, seperti yang dituturkan oleh pengusaha Sepeda Galau di Jalan Antasari Tulungagung, Pendapatan yang diperoleh tiap harinya menurun lebih dari 70% pada bulan ini dibandingkan dengan 3-4 baulan yang lalu, padahal dia terlanjur menambah armada baru untuk kemajuan usahanya tersebut. Iapun menambahkan, nasi udah  menjadi bubur dan semauanya harus dijalani dengan lapang dada, semabari menghela nafas panjang.
Penurunan omset ini bukan tanpa sebab, selain hegimoni atau gaung sepeda galau tidak seperti awal-awal muncul, juga semakin banyin banyak saja pengusaha yang mebuka lapak sepeda galau di Tulungagung ini, alhasil penurunan peminat ditambah lagi dengan semakin banyaknya produsen, yang terjadi adalah penurunan omset dari penyedia layanan sepeda galau ini.

Kenapa Demikian ?

Lagi-lagi ini masalah klasik yang menggelayuti dunia perekonomian tanah air, setiap ada yang mulai maju atau kelihatan menarik, dan menguntungkungkan follower atau pengikut tambah banyak, sehingga menjadikan nilai (value) tak se baik yang diharapkan. perilaku ini senantiasa mengalir dalam setiap pergulatan, sebagai contoh, potangan rambut, saat gondrong ngetrend, banyak yang gondrong, saat spyke, semuane nye pyke, dan yang lainya.
Plagiat yang satu ini emang sangat susah dihilangkan, sebab sepertinya sudah mengkultur sejak jaman bahula, sebut saja era majapahit, ataupun mataram, setiap suku atau unsur yang digunakan selalu mirip antara satu sama lain, sehingga naluri untuk mencipta hal baru dirasa kurang menarik dan mudah iri jikalau ada kawan yang memberikan hal yang lebih fenomenal.
Fenomena itupun juga masih berlangsung sampai era modern ini, kita telah lama mengenal "Jepang"nya Tulungagung yakni, daerah kecamatan Ngunut, dimana di daerah, apapun bisa di duplikasi, mulai dari perabit rumah tangga, samapai otomotif, bahkan informasi yang berkembang disana,beberapa spare part motor jepang yang cukup terkenal dan menjadi idola msyarakat Indonesia dibuat disana. Ironisnya, dikirim ke pabrikanya, di beri label dan dikirim kembali ke Tulungagung dengan harga yang fantastis. Selalu mereka yang mempunyai sistem dan modal besar yang berkuasa.

Harus Bagaimana Kita ?

Kekuasaan inilah yang kiranya menjadi kata kunci dan benang merah yang harus dirajut untuk memakmurkan masyarakat. Masih menurut seorang pakar ekonomi, Masyarakat dan pemerintah harus berbenah, untuk memasuki kehidupan madani dan lebih bermartabat. Urusan perut ini harus segera terselesaikan, sehingga masyarakat tak lagi hedonis/ hanya mencari keuntungan dalam sitem yang sempit.
Seperti yang dilakukan oleh para elit berebut kekuasaan demi seonggok berlian dan segumpal uang, meskipun akhirnya hanyalah jamban juga tetap harus mendapat perhatian yang lebih. Sebab rumpun permaslahan semua hanya pada perut.
Penataan regulasi, penataan ekonomi, kontrol dan sesatuan visi haruslah menjadi acuan utama dalam peningkatan ekonomi kemasyarakatan. Sebab jika masih saling sikut-sikutan dan mengikuti trend yang sedang berkembang tanpa ada inovasi dan kreasi, selamanya Indonesia akan menjadi negara konsumtif yang akan terus menjadi korban kapitalisme modern. Semoga cita-cita teguh the Founding Father tentang ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan umum segera tercapai..

0 komentar:

Posting Komentar

Santri Mbeling

 

Maliki Nusantara Copyright © 2012 - |- Template created by Santri Mbeling - |- Powered by Blogger Templates